"Kami target Rp 5,1 triliun untuk omzet (pendapatan) dari setiap transaksi. Itu di luar sedekah," kata CEO Paytren Hari Prabowo kepada Katadata saat Silaturahmi di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Rabu (2/1).
Startup besutan Yusuf Mansur ini sudah mengantongi izin uang elektronik dan transfer dana dari Bank Indonesia (BI). Paytren pun telah menyediakan layanan keuangan digital (branchless banking) transfer dana, agregator pembayaran tagihan, reksa dana, dan uang elektronik dengan kode Quick Response (QR).
Dengan menyediakan layanan itu, Paytren memungut komisi dari mitra-mitranya. Tempo sempat melaporkan, Paytren memiliki 2,2 juta mitra di Indonesia dan 35 negara lainnya.
(Baca: BI Akan Wajibkan Dana Fintech Terintegrasi Rekening Bank)
Pada Januari 2019, Paytren berencana merilis layanan remitansi. "Kami sudah siap. Kami masih menunggu kesiapan dari Pihak Ketiga di Hong Kong," kata Hari.
Pada akhir 2018, Paytren juga merilis aplikasi versi 5.17. Tampilan aplikasi Paytren ini disebut-sebut lebih mudah dan cepat untuk digunakan oleh pengguna. Sejalan dengan hal itu, Hari mencatat pendaftaran pengguna baru melalui proses Know Your Costumer (KYC) secara elektronik mencapai 1 ribu per hari.
Saat ini, Paytren tengah memperluas basis pasar dengan menggaet pengelola dana di rumah ibadah, baik masjid, gereja, vihara, pura, ataupun klenteng. Sejak akhir Desember 2018, Paytren sudah membuka pendaftaran bagi pengelola dana di rumah ibadah yang terdaftar di Indonesia.
(Baca: 7 Rencana Paytren Setelah Kantongi Izin Uang Elektronik BI)
Hari menyatakan, sudah ada ribuan pengelola dana rumah ibadah yang mendaftarkan diri sebagai mitra Paytren. "Kami sudah uji coba di salah satu masjid di Bandung, dalam kurun waktu satu jam (sedekah) Rp 15 juta per lokasi," kata dia. "Sepanjang 2018, sedekah melalui Paytren mencapai Rp 10 miliar."
Komentar
Posting Komentar